Reportasee.com – Bulan Ramadan tinggal hitungan hari. Ini makna tradisi munggahan saat menyambut Bulan Ramadan.
Setiap jelang bulan puasa masyarakat melakukan berbagai kebiasaan yang sudah menjadi tradisi masyarakat setempat.
Ada banyak kebiasaan atau tradisi masyarakat di Indonesia menjelang datangnya bulan suci Ramadan.
Megibung merupakan tradisi masyarakat Muslim Bali di daerah Karang Asem setiap jelang ramadan.
Saat makan bersama mereka memakai tempat makan satu porsi untuk 4-7 orang.
Tradisi munggahan juga menjadi kebiasaan umat Islam di daerah Sunda setiap jelang ramadan.
Tradisi Munggahan
Sejarah Asal-usul Munggahan
Mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu: Hinggil (atas), sampai kelompok Handap (bawah).
Kelompok atas (Hinggil) yang merupakan anak pertama dan kedua yang biasanya tinggal daerah dalam.
Kemudian kelompok bawah (handap) yang terdiri dari anak bungsu dan kakak bungsu.
Biasanya kelompok ini menetap di luar kampung atau merantau.
Dikisahkan, kelompok atas sering mendapat julukan brahmana dan ksatria.
Mereka bertugas menjaga kelangsungan budaya leluhur.
Memiliki kedekatan dan dapat berkomunikasi dengan bahasa halus, tinggi terhadap tuhan maupun roh leluhur.
Lain lagi peran kelompok bawah atau Handap yang terbiasa hidup mengembara, yaitu mengembangkan ekonomi sampai sosial budaya.
Kelompok Handap tersebut tidak bekerja sendiri dalam mengembangkan bidang ini, tetapi bersama komunitas lain yang berasal dari kampung lain.
Kelompok Waisha dan Sudra merupakan julukan bagi kelompok Handap dalam strata sosial Hinduisme.
Namun, pada perkembangannya mereka tidak lagi berada dalam pusat peradaban asli, meski kosmopolitan
Hal ini terjadi karena mereka memiliki jarak dengan Tuhan dan tidak berkomunikasi langsung dengan tuhan.
Oleh karena itu, perlu adanya mediasi lewat perantara kelompok Hinggil.
Pada bulan Sya’ban inilah waktunya bertemu roh leluhur, maka penting mempertemukan seluruh anggota kelompok Hinggil dan Handap.
Dari sinilah kemudian kelompok Handap perlu naik (munggah) merapat ke kelompok Hinggil supaya dapat berkomunikasi dengan leluhur.
Bulan Sya’ban merupakan cara indah merajut kembali kekeluargaan dan persahabatan, persaudaraan yang telah lama terputus oleh jarak dan waktu.
Sebelum puasa datang mereka bersama-sama menjenguk saudara yang lebih tua yang menetap di daerah tinggi.
Kesempatan seperti ini kemudian mereka manfaatkan untuk makan bersama.
Sebelum acara makan bersama, mereka ziarah kubur ke makam leluhur.
Baru kemudian mereka pergi bersama-sama ke daerah gunung, taman untuk melakukan makan bersama.
Tradisi Munggahan Masyarakat Sunda
Istilah Munggahan berarti Unggah atau naik atau naik ke bulan suci Ramadan.
Munggahan menurut etimologis yang berarti Unggah atau mancat artinya masuk ke tempat yang lebih tinggi.
Setiap menjelang Bulan Ramadan masyarakat Sunda memiliki kebiasaan dengan julukan Munggahan.
Masyarakat Sunda biasanya melakukan tradisi Munggahan pada H-2 atau H-3 sebelum puasa tiba.
Beberapa hari sebelum ritual Munggahan, yaitu penghujung Bulan Sya’ban masyarakat Sunda beramai-ramai pulang kampung.
Mereka sengaja mudik untuk berkumpul bersama keluarga untuk saling memaafkan.
Selain itu, waktu seperti ini mereka manfaatkan berziarah ke makam keluarga.
Tetapi juga makan bersama-sama, kemudian keramas di pemandian dan kegiatan lainnya menjelang ramadan.
Setiap orang punya cara sendiri melakukan tradisi Munggahan, salah satunya berkumpul dan makan sahur bersama di hari pertama bulan puasa.
Tradisi Munggahan dengan mengunjungi makam orang tua dan saudara merupakan salah satu tradisi jelang ramadan yang masih ada saat ini.
Masyarakat Ciamis, Jawa Barat memiliki cara tersendiri dalam menyambut bulan ramadan. Mereka terbiasa berkumpul kemudian acara makan bersama.
Biasanya menu yang tersaji berbeda dan khas, seperti nasi liwet, tahu, tempe, ikan, dan ayam goreng.
Bahkan bisa memilih menu lain antara lain bakso, soto dan menu makanan lainnya.
Ketika acara Munggahan, mereka sengaja datang dari luar kota untuk bertemu keluarga, saudara untuk saling.
Selain makan bersama, masyarakat Sunda melakukan perjalanan jauh ke gunung, bukit atau tempat wisata.
Acara ini tidak lain untuk menggelar acara Botram dengan makan bersama.
Makna dari Tradisi Munggahan
Budaya Munggahan pada masyarakat Sunda jelang puasa banyak manfaat dan makna yang terkandung dalam kegiatan tersebut.
Mempererat tali silaturahmi
Dengan cara ini kedekatan antara keluarga dan saudara dapat terjalin dengan baik.
Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT merupakan makna lain dari tradisi Munggahan ini.
Kedekatan Hamba-Nya dengan Allah SWT dapat ditingkatkan lewat tradisi Munggahan
Kemudian dari tradisi Munggahan mengajarkan pada diri sendiri untuk membiasakan untuk selalu berbagi dengan sesama pada orang yang membutuhkan lewat sedekah.
Munggahan juga menjadi sarana introspeksi diri dan belajar menjadi orang untuk selalu rendah hati, supaya ke depan menjadi pribadi yang lebih baik.
Itulah ulasan singkat tentang tradisi Munggahan awalnya rutinitas komunitas Sunda, yang kemudian berkembang menjadi sebuah tradisi Munggahan masyarakat Sunda.
Tradisi Munggahan tersebut hingga kini masih menjadi kebiasaan setiap jelang Bulan Ramadan.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.