ReportaseeJATENG.com – Tan Malaka merupakan salah satu pahlawan Nasional Indonesia yang sempat terasingkan jauh dari tanah air.
Memiliki nama lengkap Sutan Ibrahim, lahir di Nagari Pandam Gadang, Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatra Barat.
Pada masa pergerakan Partai Komunis Indonesia, pria kelahiran 2 Juni 1897 ini menjadi anggota yang aktif dalam partai.
Hingga Malaka juga sempat menjabat menjadi wakil Komintern atau Organisasi Komunis di wilayah Asia Tenggara.
Namun setelah keluar dari PKI, pria ini kembali meneruskan karirnya dengan menjadi pemimpin bagi sayap militan revolusi Indonesia.
Setelah memimpin Partai Komunis Indonesia, Sutan Ibrahim menentang kolonial hingga menjadi buruan Pemerintah Hindia Belanda.
Dan akhirnya Pemerintah Hindia Belanda berhasil menangkap Sutan di Bandung, kemudian mengasingkannya di Belanda.
Tidak hanya itu saja derita Sutan Ibrahim, perjalanan hidup Sutan sering kali keluar dan masuk dari penjara.
Hingga akhirnya sosok pahlawan nasional ini terbunuh pada tahun 1949 dan perjuangannya terkenang hingga sekarang.
Menjadi Kandidat Partai Komunis Belanda
Sutan Ibrahim yang sempat menentang kolonial kemudian terasingkan dari tanah air dengan menempatkannya di Belanda.
Peristiwa pengasingan tersebut terjadi pada tahun 1922, namun di Belanda Sutan langsung terjun ke dunia politik.
Bersama Partai Komunis Belanda (CPH), partai menunjuk Sutan Ibrahim turut andil dalam pemilihan parlemen sebagai kandidat.
Selama ini belum pernah ada orang Indonesia yang mencalonkan diri, sehingga keputusan Tan Malaka termasuk sangat berani.
Sosok pahlawan nasional ini juga termasuk kandidat termuda sebagai salah satu anggota parlemen.
Selain itu seluruh warga Hindia Belanda juga sudah memenuhi syarat dari amandemen konstitusi untuk pemilihan serta memilih parlemen.
Namun pembuatan keputusan tersebut secara politik yang cerik karena adanya keresahan dari Belanda.
Keresahan tersebut tidak lain atas penindasan yang di lakukan oleh Bangsa Indonesia ke Bangsa Belanda.
Dari pemilihan parlemen tersebut, sosok Sutan Ibrahim berhasil terpilih menjadi kandidat parlemen.
Akan tetapi Sutan Ibrahim sudah pergi meninggalkan Belanda untuk pergi ke Berlin sebelum pengumuman jajak pendapat.
Di Berlin, Sutan Ibrahim bekerja untuk salah satu perusahaan sesama kaum kiri Indonesia yang bernama Darsono.
Tan Malaka Berperan Sebagai Kaum Kiri
Sutan Ibrahim akhirnya tiba di Moskwa pada Oktober 1922, kemudian turut berpartisipasi dalam kegiatan Komintern tahun 1923.
Dan jugaberperan dalam perencanaan sesi pleno Kongres keempat di Komite Eksekutif Komunis Internasional (ECCI) pada November.
Sosok pahlawan nasional ini mulai memainkan peran penting dalam Komisi dengan menyatakan ide-ide ciri khas untuk masalah timur di Kongres.
Masalah timur tersebut berkaitan tentang hubungan antara ekspresi nasionalisme dengan partai komunis.
Tan Malaka memutuskan untuk memilih sesi leninis untuk mengatasi masalah timur yang di bahas dalam Kongres.
Yaitu dengan melakukan desakan terhadap kolaborasi antara organisasi komunis lokal dengan gerakan nasionalis anti kolonial.
Dan ide yang Sutan ajukan dalam komisi memberikan pengaruh dalam melunakkan garis komintern yang ada sebelumnya.
Selain itu, pandangan dari Sutan Ibrahim mampu mengalahkan ide dari Manabendra Nath Roy yang memiliki pandangan anti-nasionalis.
Memiliki ide yang mampu melampaui Lenin dalam menekankan peranan Islam membuat Sutan harus tetap tinggal di Moskwa.
Di Moskwa, Sutan Ibrahim bisa berpartisipasi dalam pekerjaan internasional, serta membuat sebuah karya buku tentang Indonesia.
Namun karya yang membahas tentang Indonesia tersebut akan memuat dalam terjemahan bahasa Rusia.
Dan Sutan terdaftar untuk jurnal Profintern Die Rote Gewerkschafts-Internationale di Koresponden Indonesia bersama Semaun.
Agen Komintern
Sutan Ibrahim yang memiliki banyak ide-ide sebagai kaum kiri Indonesia membuat sosok ini terpilih sebagai agen Komintern.
Penunjukan Sutan sebagai agen Komintern untuk Asia Tenggara berlangsung saat pleno pada Juni 1923.
Namun sayangnya tidak ada bukti mengenai dokementer maupun rincian yang berkaitan dengan penunjukan Sutan.
Kemudian pada Desember 1923 Sutan Ibrahim pergi ke Canton China yang menjadi salah satu markasnya.
Di Canton China, Sutan Ibrahim pernah menemui Sun Yat-Sen serta menghabiskan waktu untuk menjadi tahun tentang PKI.
Setelah meninggalkan Indonesia banyak masalah yang terjadi pada PKI, sehingga Sutan harus mencari tahu.
Menyamar Sebagai Mahasiswa Filipina
Tan Malaka pernah kembali ke Amerika Serikat pada 20 Juli 1925 dengan menyamar sebagai mahasiswa Filipina.
Sutan berhasil mendapat penghasilan dari Koresponden untuk surat kabar El Debate melalui kontak gerakan nasionalis lokal.
Sebagai Koresponden untuk surat kabar membuat Sutan Ibrahim terus menghasilkan karya tulis, seperti Naar de “Republik Indonesia”.
Karya tulis ini terbit pada Desember 1925 sebagai edisi kedua setelah menerbitkan karya tulis pertamanya.
Dalam menerbitkan karyanya, Sutan Ibrahim mendapat bantuan dari seorang editor yang bernama Francisco Varona.
Saat Natal 1925, di Indonesia para pemimpin dari PKI tengah mengadakan pertemuan kladentis di Kota Magelang, Jawa Tengah.
Dalam pertemuan tersebut mereka untuk memutuskan untuk melakukan pemberontakan dengan memperketat aktivis partai.
Namun tanpa melakukan konsultasi dengan Tan Malaka, pemimpin partai yang berada di Singapura mengesahkan untuk penundaan aksi tersebut.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.