Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) Kabupaten Ciamis secara intensif melaksanakan sosialisasi Undang-undang (UU) terkait tentang cukai.
Kasatpol PP Ciamis, Uga Yugaswara, menegaskan, sosialisasi tersebut merupakan bagian dari agenda satuan tugas pemberantasan barang kena cukai ilegal hasil tembakau.
Selain itu, kegiatan tersebut juga merupakan implementasi tahapan pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), di bidang penegakkan hukum.
Kegiatan sosialisasi tersebut memiliki tujuan agar masyarakat memahami pentingnya penerimaan pendapatan negara dari cukai hasil tembakau.
Tujuan lainnya yakni menurunkan angka peredaran dan produksi rokok ilegal, serta dapat menanganinya secara tuntas.
Satpol PP telah memberikan himbauan kepada masyarakat untuk lebih pro aktif dan aware terhadap peredaran rokok ilegal.
Uga Yugaswara berharap, masyarakat selain mengetahui, memahami juga mematuhi peraturan perundang-undangan tentang cukai, dengan tidak mengedarkan, menjual dan membeli produk hasil tembakau ilegal.
Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Satuan Tugas Pemberantasan Barang Kena Cukai Ilegal Hasil Tembakau tersebut anggarannya dari DBHCHT bidang penegakan hukum.
Kabupaten Ciamis Dapat Alokasi DBHCHT Rp 5,4 Miliar
Sebelumnya, Wakil Bupati Ciamis, Yana D Putra, menuturkan bahwa Kabupaten Ciamis mendapat alokasi DBH CHT Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp 5,4 miliar.
Hal itu terungkap pada pelaksanaan sosialisasi di tingkat Kabupaten Ciamis yang berlangsung di Aula BAPPEDA Kabupaten Ciamis, 28 Juli 2022.
Acara tersebut dihadiri seluruh kepala desa se Kabupaten Ciamis, masyarakat dan para pemangku kepentingaan.
Yana menjelaskan, penggunaan DBHCHT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 215/PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi DBH CHT.
Penggunaan DBH CHT sendiri, terbagi atas beberapa bidang, antara lain 50% untuk Bidang Kesejahteraan Masyarakat, 40% untuk Bidang Kesehatan, dan 10% untuk Bidang Penegakkan Hukum.
bagi sebagian penduduk di Indonesia, rokok hampir menjadi kebutuhan pokok dan tidak dapat dipisahkan dari pola hidup mayarakat sehari-hari.
Hal ini, kata Yana, merujuk pada hasil survey global Kementrian Kesehatan terkait penggunaan tembakau pada orang dewasa.
Survey tersebut menunjukkan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang dalam kurun waktu 2011–2021.
Temuan lain menyebutkan bahwa rokok ternyata berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Di kalangan orang miskin, rokok menjadi pengeluaran belanja terbesar kedua, dan lebih tinggi ketimbang belanja untuk makanan bergizi.
Temuan ini juga seiring dengan produksi rokok di dalam negeri yang meningkat, namun tidak diimbangi dengan kenaikan cukai.
Salah satu penyebabnya adalah peredaran rokok ilegal yang masih banyak ditemukan di tengah masyarakat.
Rokok ilegal menjadi alternatif masyarakat karena harganya cenderung lebih murah.
“Paradigma tersebut yang perlu diluruskan melalui sosialisasi,” katanya.
Peredaran rokok ilegal akan berdampak secara signifikan pada penerimaan negara, dan hal itu berpotensi menghilangkan penerimaan negara dari cukai.
Pada hakekatnya, cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang dengan sifat dan karakteristik tertentu sesuai undang-undang.
Cukai menjadi penerimaan negara untuk mewujudkan kesejahteraan, keadilan dan keseimbangan.
Dalam hal ini, produk rokok termasuk dalam kategori cukai hasil tembakau, yang dibagikan kepada daerah provinsi penghasil cukai hasil tembakau, sebesar 2% dari penerimaan cukai.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.