Kementerian Pendidikan, dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan arah yang semakin condong ke arah industrialisasi digital.
Hal ini terlihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan, seperti pengenalan kurikulum Merdeka Belajar, dorongan penggunaan teknologi dalam pembelajaran, dan fokus pada pengembangan talenta digital.
Meskipun tujuan di balik kebijakan-kebijakan ini mulia, yaitu untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing bangsa di era digital, namun terdapat kekhawatiran bahwa arah ini telah menggeser fokus utama pendidikan dari membangun manusia menjadi membuat mesin.
Entitas pendidikan, seperti sekolah dan universitas, kini bagaikan arena percobaan berbagai kebijakan yang mengarah ke industri.
Kurikulum dijejali dengan konten-konten digital, asesmen diubah menjadi berbasis data, dan mahasiswa didorong untuk mengembangkan keterampilan teknis ketimbang keterampilan berpikir kritis dan keterampilan sosial.
Akibatnya, kampus yang seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan untuk melaksanakan tri darma perguruan tinggi malah menjadi sumber stres bagi para mahasiswa.
Tekanan untuk mengikuti tuntutan industrialisasi digital ini membuat mereka merasa terbebani dan kehilangan makna belajar yang sebenarnya.
Lebih parah lagi, kesenjangan digital yang masih lebar di Indonesia membuat kebijakan-kebijakan ini semakin memperburuk ketidakadilan dalam pendidikan.
Siswa dan mahasiswa dari keluarga kurang mampu tertinggal jauh dalam mengakses teknologi dan keterampilan digital, sehingga semakin terpinggirkan dalam sistem pendidikan yang semakin berorientasi pada industri.
Pemerintah perlu menyelaraskan kebijakan pendidikannya dengan tujuan utama pendidikan, yaitu membangun manusia yang berkarakter dan berkualitas.
Pendidikan bukan hanya tentang mengembangkan keterampilan teknis untuk memenuhi kebutuhan industri, tetapi juga tentang membentuk manusia yang utuh dan berkualitas.
Kampus harus kembali menjadi ruang belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi para mahasiswa.
Tekanan untuk mengejar target industrialisasi digital harus dikurangi, dan digantikan dengan pendekatan pedagogis yang lebih humanis dan berpusat pada mahasiswa.
Pemerintah perlu memperhatikan kesenjangan digital yang ada dan membantu siswa dan mahasiswa dari keluarga kurang mampu untuk mengakses teknologi dan mengembangkan keterampilan digital.
Pendidikan adalah hak asasi manusia, dan semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan pendidikannya tidak memperburuk ketidakadilan dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk berkembang dan berprestasi.
Mari kita arahkan kembali pendidikan ke tujuan utamanya, yaitu membangun manusia yang berkarakter dan berkualitas, bukan hanya mesin yang siap bekerja di industri.
*Penulis : Direktur Pusat Kajian Ilmu Hukum Universitas Galuh
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.