Harga emas global menghadapi tekanan yang hebat pada awal pekan ini, dengan penurunan tajam hingga 2% lebih akibat penguatan dolar Amerika Serikat (AS) serta ketidakpastian kebijakan ekonomi Presiden terpilih Donald Trump.
Sentimen pasar semakin tertekan oleh prospek data inflasi AS yang akan dirilis minggu ini, yang membuat harga emas diprediksi akan mengalami volatilitas tinggi dalam beberapa hari mendatang.
Pada perdagangan hari Senin (11/11/2024), harga emas spot anjlok sebesar 2,3% hingga mencapai US$ 2.622,78 per troy ons—harga terendah sejak 15 Oktober atau hampir sebulan terakhir.
Kondisi tersebut terus berlanjut hingga Selasa pagi (12/11/2024) pukul 5:55 WIB, dengan harga emas kembali turun tipis sebesar 0,13% ke level US$ 2.619,34 per troy ons.
Menurut laporan Reuters, kenaikan signifikan dolar AS menjadi salah satu faktor utama yang menekan harga emas.
Sejak Trump diumumkan sebagai pemenang pemilihan presiden AS, indeks dolar AS (DXY) naik sebesar 0,5%, mencapai 105,44—level tertingginya sejak Juli.
Penguatan dolar dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS (US Treasury) membuat emas lebih mahal bagi pembeli internasional, yang pada gilirannya mengurangi permintaan untuk aset safe haven ini.
“Pasar saat ini mulai memusatkan perhatian pada dampak kemenangan Trump, terutama terkait kebijakan tarif baru yang mungkin mendorong penguatan dolar lebih lanjut.
Kenaikan dolar ini juga membuat investor semakin waspada terhadap kemungkinan The Fed menunda pelonggaran suku bunga,” ujar Daniel Ghali, Kepala Strategi Komoditas di TD Securities, kepada Reuters.
Para investor kini menantikan rilis data inflasi penting seperti Indeks Harga Konsumen (CPI) dan Indeks Harga Produsen (PPI) pada hari Rabu (13/11/2024).
Data ini diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas mengenai arah kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) di tengah inflasi yang sudah mendekati target bank sentral sebesar 2%.
Kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada Desember juga mulai diragukan, dengan peluangnya yang turun dari 80% menjadi 65% setelah hasil pemilihan diumumkan, berdasarkan alat prediksi CME FedWatch Tool.
Penguatan dolar dan proyeksi inflasi tinggi yang disokong oleh Trump tampaknya akan mempertahankan tekanan terhadap emas dalam jangka pendek.
Namun, menurut analis seperti Alex Ebkarian dari Allegiance Gold, inflasi yang stabil dan pelonggaran kebijakan dari The Fed masih berpotensi mendorong harga emas naik kembali sebagai aset lindung nilai inflasi dalam jangka panjang.
Dalam waktu dekat, volatilitas harga emas diprediksi tetap tinggi, seiring dengan perkembangan kebijakan The Fed dan rilis data-data ekonomi yang akan datang.
Para analis memperkirakan level psikologis US$ 2.600 per troy ons akan menjadi area kunci yang dapat menentukan tren harga emas ke depan.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.