Malam itu, di tengah suasana hening dan penuh misteri, Blendos dan Arya duduk bersila di hadapan Eyang Ngadimin.
Mereka baru saja menempuh perjalanan menuju Gunung Tangkuban Perahu, sebuah lokasi yang memiliki energi spiritual yang sangat kuat.
Di balik keheningan malam, Eyang Ngadimin mulai berbicara, suaranya rendah namun penuh wibawa.
“Kalian tahu apa itu Qosuroh fi Al-Ahmar?” tanya Eyang, sambil menatap tajam ke arah kedua cucunya. Blendos dan Arya saling bertukar pandang, kemudian menggeleng pelan.
Eyang tersenyum tipis. “Qosuroh fi Al-Ahmar adalah pohon surga,” katanya, membuka pembicaraan.
Pohon ini, kata Eyang,bukan pohon biasa. Ia dijaga oleh golongan uluwiah, yaitu kaum petinggi yang diberi amanah oleh Allah untuk melindungi pohon tersebut.
Blendos terlihat mulai tertarik. “Apa yang istimewa dari pohon ini, Eyang?” tanyanya, sedikit tergesa.
Eyang Ngadimin mengangguk pelan, seolah memberi waktu pada dirinya untuk menjelaskan lebih dalam.
Daun dari pohon ini memiliki keajaiban yang luar biasa. Di dalamnya terdapat sepasang merah delima—bukan delima sembarangan, tetapi sarana untuk terhubung dengan para wali Allah dan malaikat-malaikat-Nya.
“Siapa pun yang diberi anugerah untuk memegang merah delima ini, hidupnya akan lebih dekat dengan Allah. Ia akan selalu wusul, terhubung dengan-Nya dalam setiap tindakan,” kata Eyang Ngadimin.
Arya yang sedari tadi mendengarkan dengan penuh perhatian akhirnya ikut angkat bicara. “Apakah hanya itu manfaatnya, Eyang?”
Eyang kembali tersenyum, kali ini lebih hangat. “Tidak Arya. Qosuroh fi Al-Ahmar juga memiliki energi yang melindungi,” katanya.
Orang yang memilikinya akan terjaga dari gangguan, baik fisik maupun spiritual. Pohon ini akan menjadi benteng, bahkan saat kalian tidak menyadarinya.
Blendos mengangguk perlahan, matanya berbinar penuh harapan. “Lalu, bagaimana kita bisa memanfaatkan pohon ini dengan benar, Eyang?”
Pertanyaan itu membuat Eyang Ngadimin terdiam sejenak sebelum menjawab dengan nada serius.
“Ini yang paling penting. Pohon ini hanya akan memberikan manfaat jika kalian benar-benar menghormati orang tua kalian,” katanya.
Orang tua adalah perwakilan kasih Allah di dunia ini. Membahagiakan mereka adalah kunci untuk membuka segala berkah yang tersembunyi di balik Qosuroh fi Al-Ahmar.
“Jika kalian mengabaikan orang tua, energi pohon ini tidak akan bisa kalian rasakan, apalagi kalian manfaatkan,” katanya.
Mendengar penjelasan itu, Arya terdiam, merenungkan dalam-dalam. Sementara Blendos tampak menunduk, seolah ada rasa syukur yang mengalir di hatinya.
Eyang kemudian mengakhiri penjelasannya dengan sebuah pesan yang menohok, “Ingat, cucu-cucuku, Qosuroh fi Al-Ahmar bukan sekadar pohon. Ia adalah simbol kasih sayang Allah,” katanya.
Jika ingin menjadi manusia yang diberkahi, jadilah pribadi yang penuh kasih dan syukur. Hormati orang tua, dan sebarkan manfaat dari pohon ini untuk membantu sesama.
“Hanya dengan begitu, kalian akan menjadi manusia yang benar-benar mulia,” kata Eyang Ngadmin.
Malam itu, Blendos dan Arya merasa perjalanan mereka menemukan jawaban yang berharga. D
alam hening, mereka mematri pelajaran dari Eyang Ngadimin di hati mereka, bertekad untuk menjaga amanah besar yang telah mereka terima.
Saksikan kisah lengkapnya di kanal YouTube Blendos Misteri. Jangan lupa untuk like, komentar, dan bagikan cerita ini kepada teman dan keluarga Anda!
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.