Omzet penjualan produk berbasis kedelai ini mengalami penurunan drastis dalam beberapa bulan terakhir, menyebabkan daya serap bahan baku kedelai menurun hingga 50 persen selama Oktober hingga November 2024.
Ketua Koperasi Pengrajin Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Kabupaten Ciamis, Haji Abdul Kodir, menyampaikan, penurunan ini sudah dirasakan sejak September 2024.
“Omzet dari penjualan tahu dan tempe terus menurun, sehingga kebutuhan kedelai yang biasanya mencapai 60 ton per bulan kini hanya sekitar 30 ton per bulan,” ujar Kodir, Jumat (22/11/2024).
Kodir menyoroti rendahnya daya beli masyarakat sebagai salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan permintaan terhadap tahu dan tempe, yang merupakan sumber protein nabati andalan masyarakat.
“Permintaan produk berbasis kedelai ini jelas terdampak oleh menurunnya daya beli masyarakat. Hal ini menjadi tantangan besar bagi para pengrajin untuk menjaga kestabilan usaha mereka,” tambahnya.
Meskipun harga kedelai saat ini relatif stabil di kisaran Rp10.000 per kilogram, Kodir mengungkapkan, pada bulan September 2024 sempat terjadi lonjakan harga hingga Rp12.000 per kilogram.
Namun, harga yang lebih terjangkau saat ini tidak serta-merta mendorong peningkatan daya beli masyarakat.
Sebagai Ketua Kopti yang menaungi sekitar 200 pengrajin tahu dan tempe di Kabupaten Ciamis, Kodir mendorong anggotanya untuk melakukan inovasi demi menjaga keberlangsungan usaha.
“Peningkatan kualitas produk sangat penting. Higienitas dan pengemasan harus menjadi perhatian utama agar produk kita bisa lebih menarik di pasar,” jelas Kodir, yang juga merupakan pemilik merek tahu Setia Budi.
Di sisi lain, Kodir berharap pemerintah dapat memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
“Kami sangat membutuhkan kebijakan yang dapat membangkitkan ekonomi masyarakat sehingga permintaan terhadap tahu dan tempe dapat kembali bergairah,” tutupnya.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.