Lahir dan berkembangnya hukum progresif tidak terlepas dari adanya kesenjangan yang besar antara hukum dalam teori dengan hukum dalam kenyataan.
Adanya kegagalan dari hukum memberikan respon terhadap masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.
Bentuk kegagalan hukum dapat dilihat pada proses pencarian masalah desa dalam kegiatan musrenbang.
Selain itu usulan hasil musrenbang pun seringkali tidak komprehensif dan hanya menguntungkan beberapa pihak.
Oleh karena itu untuk menjamin tercapainya fungsi hukum sebagai sarana rekayasa masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik, maka bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau peraturan.
Melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan dari kaidah hukum dalam praktik hukum, yaitu adanya jaminan penegakan hukum yang baik (Munir Fuady, 2003: 40).
Adapun jika kehadiran hukum dikaitkan pada tujuan sosialnya, maka hukum yang progresif ini juga dekat dengan sociological jurisprudence, yang dikembangkan oleh eugen ehrlich dan Roscoe Pond.
Tujuan utama realisme hukum sebagaimana dikemukakan oleh Jerome Frank dan Oliver Wendel Holmes adalah untuk membuat hukum menjadi lebih mendengar akan kebutuhan sosial.
Dengan memberikan dorongan pada perluasan bidang-bidang yang memiliki keterkaitan secara hukum agar pola pikir atau nalar hukum dapat mencakup pengetahuan di dalam konteks sosial dan memiliki pengaruh terhadap tindakan resmi aparat hukum (Rafael edy Bosco, 2003:59-60).
Konsep hukum adalah yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat dan hukum sebagai alat rekayasa sosial diharapkan dapat terjadinya perubahan-perubahan yang mengarah pada kebaikan bagi masyarakat luas.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.