Pelaksanaan Pilkada serentak 2024 di Nusa Tenggara Barat (NTB) meninggalkan catatan evaluasi penting. Meski tingkat partisipasi pemilih menunjukkan kenaikan, angkanya masih jauh dari ideal.
Dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebesar 3.964.325 jiwa, hanya 2.942.842 warga atau sekitar 73,96 persen yang menggunakan hak pilih.
Artinya, lebih dari satu juta warga NTB (1.021.483 jiwa) memilih untuk tidak hadir ke tempat pemungutan suara (TPS).
Kenaikan tingkat partisipasi dibanding Pilgub NTB 2018 hanya mencapai 0,06 persen—hampir stagnan dari 73,90 persen pada lima tahun sebelumnya.
Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Parmas, dan Humas Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTB, Agus Hilman, mengakui rendahnya peningkatan ini.
“Jumlah warga yang tidak memilih sangat signifikan, mencapai lebih dari satu juta orang. Meski persentase partisipasi naik tipis dibanding 2018, angka ini belum memuaskan,” ujar Hilman usai rapat pleno penetapan rekapitulasi suara di Senggigi, Lombok Barat, Jumat dini hari (6/12).
Pilkada Vs Pemilu: Kandidasi Jadi Faktor Penentu
Menurut Hilman, tingkat partisipasi di Pilkada memang cenderung lebih rendah dibanding Pemilu.
Dalam Pemilu, kandidat yang bersaing lebih banyak dan beragam—mulai dari pasangan calon presiden-wakil presiden hingga calon anggota legislatif di berbagai tingkatan—sehingga mampu menarik lebih banyak perhatian publik.
Sebaliknya, Pilkada hanya menghadirkan kandidat terbatas. Di Pilgub NTB 2024, misalnya, masyarakat hanya memilih di antara tiga pasangan calon (paslon) gubernur.
Beberapa daerah juga memiliki jumlah kandidat kepala daerah terbatas, seperti di Kabupaten Lombok Timur yang menawarkan lima paslon untuk pilbup dan tiga paslon untuk pilgub.
Pemilih Tidak Dikenal: Tantangan Validasi DPT
Faktor lain yang dinilai memengaruhi partisipasi adalah keberadaan pemilih yang tidak dikenal.
Dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) data sebelum penetapan DPT, ditemukan 13.172 pemilih yang tidak teridentifikasi. Jumlah ini bahkan meningkat menjelang penetapan DPT.
Hilman menjelaskan, tidak seperti Pilkada 2020, pemilih yang tidak ditemukan saat coklit di Pilkada 2024 tidak dicoret dari DPT.
“Keputusan ini diambil agar tidak ada pemilih sah yang kehilangan haknya. Namun, risikonya, banyak dari mereka yang memang tidak ditemukan akhirnya tidak datang memilih,” ungkap Hilman.
Beragam Penyebab Rendahnya Partisipasi
Selain persoalan teknis seperti validasi data, regulasi yang dinilai rumit turut menjadi hambatan.
Koordinator Divisi Sosialisasi, Parmas, dan Humas Bawaslu NTB, Hasan Basri, menyoroti aturan administrasi di TPS yang kerap menyulitkan pemilih.
“Misalnya, warga yang hanya membawa surat pemberitahuan (formulir C) diminta pulang untuk mengambil e-KTP. Banyak yang akhirnya tidak kembali ke TPS karena merasa repot,” jelas Hasan.
Ia juga menyoroti minimnya inovasi sosialisasi KPU yang sering kali baru digencarkan mendekati hari pemungutan suara.
Pelibatan komunitas lokal seperti takmir masjid, meski diapresiasi, dianggap terlalu mendadak untuk memberikan dampak signifikan.
Partisipasi Terbaik dan Terburuk
Kabupaten Dompu mencatat tingkat partisipasi tertinggi dengan 85,24 persen, sedangkan Kota Mataram menjadi yang terendah dengan 64,36 persen.
Hilman menekankan, tingkat partisipasi dipengaruhi berbagai variabel, termasuk kondisi sosial ekonomi dan mobilitas masyarakat.
“Faktor seperti pelajar yang berada di luar NTB, warga yang merantau ke luar negeri, atau mereka yang telah menjadi anggota TNI/Polri juga berkontribusi terhadap angka partisipasi,” kata Hilman.
Catatan untuk Masa Depan
Meskipun banyak tantangan, KPU NTB tetap merasa cukup puas dengan capaian partisipasi kali ini. Namun, diperlukan evaluasi menyeluruh untuk meningkatkan angka partisipasi di masa mendatang.
Mulai dari perbaikan regulasi, penguatan sosialisasi, hingga validasi data pemilih harus menjadi prioritas.
Menurut Hasan Basri, keempat elemen utama—regulasi, penyelenggara, peserta pemilu, dan pemilih—harus bersinergi agar pesta demokrasi berjalan lebih baik.
“Pemilih tidak boleh hanya aktif selama masa kampanye. Kesadaran politik harus dibangun secara berkelanjutan,” pungkasnya.
Dengan berbagai catatan ini, harapannya partisipasi masyarakat dalam pesta demokrasi dapat meningkat signifikan di tahun-tahun mendatang.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.