Ketegangan kembali memuncak di Suriah, khususnya di wilayah utara, setelah pemberontak yang dipimpin oleh kelompok Islam Hayat Tahrir al-Sham (HTS) melancarkan serangan besar-besaran.
Dalam serangan mendadak ini, mereka berhasil merebut kota strategis Aleppo, yang selama ini menjadi salah satu benteng pertahanan utama rezim Bashar al-Assad.
Kejadian ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi Assad, yang selama bertahun-tahun bergantung pada dukungan militer Rusia dan Iran untuk mempertahankan kekuasaannya.
Serangan Udara dan Dampaknya pada Warga Sipil
Untuk merebut kembali kendali, pasukan Suriah dengan dukungan penuh Rusia melancarkan serangan udara intensif ke sejumlah wilayah yang dikuasai oposisi.
Sasaran utama meliputi daerah di sekitar stadion Aleppo dan sebuah rumah sakit, yang mengakibatkan setidaknya 12 korban jiwa.
Di provinsi Idlib, serangan udara lainnya menewaskan empat orang dan melukai 54 lainnya.
Meski pemerintah Suriah mengklaim bahwa serangan ini ditujukan pada pusat komando musuh, laporan dari kelompok penyelamat White Helmets menunjukkan bahwa dampak besar justru dirasakan oleh warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan.
Dukungan Iran dan Reaksi Internasional
Situasi ini juga memicu intervensi diplomatik. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, tiba di Damaskus untuk menunjukkan dukungan penuh Teheran kepada rezim Assad.
Dalam pertemuan dengan Assad, Araghchi menegaskan bahwa pemberontakan ini akan ditangani dengan dukungan dari sekutu regional.
“Melawan pemberontakan ini adalah langkah krusial, bukan hanya untuk Suriah tetapi juga demi stabilitas kawasan,” tegas Assad dalam pernyataannya yang dilansir The Guardian.
Namun, eskalasi konflik ini mengundang perhatian dan keprihatinan dari komunitas internasional.
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, mendesak penyelesaian politik, sementara Amerika Serikat, meskipun menyatakan tidak terlibat langsung, mengkritik ketergantungan Assad pada Rusia dan Iran sebagai salah satu penyebab ketidakstabilan yang terus berlangsung.
Tantangan Assad dan Peran Rusia
Kehilangan kota Aleppo menjadi pukulan besar bagi pasukan Assad. Kekalahan ini mencerminkan kesulitan militer Suriah, terutama ketika sekutunya, Rusia, tampaknya lebih fokus pada perang di Ukraina.
Selain itu, kelompok pemberontak yang didukung Turki serta milisi Kurdi memanfaatkan situasi ini untuk memperluas pengaruh mereka di wilayah yang sebelumnya dikuasai pasukan pemerintah.
Video yang beredar menunjukkan pangkalan udara Kuweires jatuh ke tangan pemberontak.
Mereka bahkan berhasil merebut drone-drone buatan Iran yang ditinggalkan di lokasi tersebut, menandai perkembangan yang semakin mengkhawatirkan bagi rezim Assad.
Seruan dari PBB: Konflik Tidak Bisa Diselesaikan dengan Senjata
Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, menyampaikan peringatan keras mengenai bahaya eskalasi lebih lanjut.
Ia menegaskan bahwa konflik ini tidak memiliki solusi militer, dan upaya damai harus segera ditempuh.
“Hanya pengelolaan konflik tanpa resolusi nyata akan meningkatkan risiko eskalasi dan memperburuk situasi di Suriah,” ujarnya.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.