Reportasee.com – Kesengsaraan warga Rampi berikut ini sebagai buntut dari rusaknya jalanan mereka yang terbilang parah dan menjadi sorotan.
Masyarakat di Kecamatan Rampi tepatnya Kabupaten Luwu Utara Sulsel memang tengah protes atas jalanan di kawasannya yang rusak parah.
Bahkan mereka mengancam akan pindah ke daerah Poso Sulteng atau Sulawesi Tengah.
Namun Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman justru menyindir protes tersebut dan meminta warga Rampi agar keluar dari indonesia.
Protes Jalanan, Ini Potret Kesengsaraan Warga Rampi
Protes yang warga Rampi layangkan ini bukanlah tanpa alasan.
Mereka mengeluhkan sampai saat ini tak pernah merasakan jalanan layak menuju daerahnya semenjak indonesia merdeka.
Kondisi jalanan yang rusak parah tentunya menghambat semua aktivitas masyarakat setempat.
Dengan akses jalan yang terbilang rusak parah, kehidupan masyarakat Rampi begitu memprihatinkan.
Berikut adalah beberapa kesengsaraan warga Rampi yang menjadi dampak akses jalanan tidak memadai:
1. Akses Menuju Fasilitas Kesehatan Terbatas
Karena akses jalanan yang sulit, masyarakat Rampi juga harus pasrah dengan fasilitas terbatas.
Saat ini di Rambu hanya ada satu puskesmas yang ada di Desa Sulaku.
Sedangkan jika ada warga desa lain yang tengah sakit harus ditandu menuju Sulaku dengan jarak sekitar 5 km, mengingat akses rusak parah.
Selain itu alat serta tenaga kesehatan yang ada sangat terbatas.
Bagi masyarakat yang memerlukan penanganan medis lebih serius maka jalan satu-satunya harus memakai transportasi udara.
Itupun warga harus menyesuaikan dengan jam keberangkatan yang satu kali saja dalam satu hari.
2. Akses Jalan Utama ke Rampi Rusak Parah
Kondisi akses jalan utama menuju kawasan Rampi rusak parah, pasalnya jalanan tersebut tak pernah tersentuh pembangunan dari pemerintah.
Jalanan rusak tersebut membatasi mobilitas warga yang menyebabkan perekonomian masyarakat tidak mengalami kemajuan.
Warga Rampi sangatlah memerlukan jalan layak tetapi yang terbangun malah bandara perintis dan justru menambah kesengsaraan warga Rampi.
Seperti yang kita tahu, jadwal penerbangannya pun hanya sekali dalam satu hari.
3. Hasil Perkebunan Tak Dapat Dijual ke Luar
Salah seorang warga Rampi mengatakan hasil perkebunan masyarakat di sana sangatlah berlimpah.
Tetapi hasil perkebunan tersebut sebagian besar hanya menjadi santapan sendiri lantaran mereka tak bisa mengangkut ke luar Rampi.
Selain itu Rampi tak mempunyai pasar sebagai pusat perbelanjaan yang menjadi imbas dari akses utama dengan jalanan jelek.
Bukan hanya itu, jalan penghubung antar desa yang tak layak warga lalui semakin mempersulit keadaan.
4. Harga Kebutuhan Rumah Tangga Melonjak Tinggi
Sulitnya mobilitas warga Rampi berpengaruh terhadap harga barang yang melonjak tinggi apalagi bahan bangunan serta kebutuhan rumah tangga.
Sehingga tak hanya pertumbuhan ekonomi yang terhimpit, masyarakat di sana juga pasrah dengan keadaan.
Misalnya saja isi ulang gas elpiji seberat 3 kg yang harga normalnya di kisaran antara 20 ribu di Sulsel.
Sedangkan jika di Rampi harga gas tersebut tembus mencapai 150 ribu rupiah untuk isi ulang.
Sementara itu kisaran harga untuk bahan bangunan seperti semen juga begitu mahal.
5. Jenazah Harus Warga Gotong Puluhan Kilometer
Dalam catatan media setempat, di tahun 2019 lalu sempat viral jenazah seorang warga Rampi yang masyarakat tandu sampai puluhan kilometer.
Pihak keluarga mengaku mereka tidak mempunyai dana sampai puluhan juta rupiah agar bisa menerbangkan kerabatnya kembali ke kediamannya di Rampi.
Jenazah yang menjadi viral tersebut kabarnya meninggal di rumah sakit Andri Djemma Luwu Utara.
Akhirnya keluarga membawa jenazah dengan berjalan kaki dari kawasan Bada Sulteng menuju Rampi dengan jalan kaki.
Itulah sejumlah kesengsaraan warga Rampi yang memprihatinkan dan menjadi perhatian banyak orang.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.