Pemerintah tengah mempersiapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dalam aturan ini, kenaikan PPN dijadwalkan mulai diberlakukan pada 2025.
Namun, baru-baru ini beredar kabar bahwa kenaikan tersebut hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah, sementara kebutuhan pokok dan sektor penting lainnya akan tetap bebas dari kenaikan.
Menanggapi isu ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto angkat bicara.
Meski tidak secara langsung mengonfirmasi atau membantah kabar tersebut, Airlangga menyebutkan bahwa pemerintah sedang menyusun daftar barang dan jasa yang dikecualikan dari penerapan PPN.
“Ada beberapa barang dan jasa yang memang dikecualikan, seperti bahan pokok dan jasa pendidikan. Detailnya bisa dilihat di UU,” ujar Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Airlangga juga memberikan tanggapan terkait pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebutkan kemungkinan adanya penundaan kenaikan PPN.
Menurut Airlangga, hingga saat ini belum ada pembahasan resmi mengenai penundaan tersebut. “Belum dibahas,” katanya singkat.
Barang dan Jasa yang Dikecualikan dari PPN
Dalam Pasal 4A UU HPP, beberapa kategori barang dan jasa telah diatur untuk bebas dari pengenaan PPN. Berikut adalah daftar ringkasnya:
Barang yang Tidak Dikenakan PPN:
- Kebutuhan pokok masyarakat, seperti beras, jagung, kedelai, daging segar, telur, susu, buah, dan sayur.
- Barang tertentu, seperti hasil tambang dan penggalian langsung dari sumbernya, serta emas batangan untuk cadangan devisa.
- Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, warung, dan tempat makan lainnya yang menjadi objek pajak daerah.
Jasa yang Tidak Dikenakan PPN:
- Jasa pelayanan kesehatan medis.
- Jasa pendidikan.
- Jasa keagamaan.
- Jasa pelayanan sosial.
- Jasa keuangan dan asuransi.
- Jasa pengiriman surat dengan perangko.
Dinamika Kebijakan Pajak
Sejauh ini, wacana kenaikan PPN masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Kekhawatiran muncul bahwa kenaikan ini bisa berdampak pada daya beli masyarakat, terutama jika diterapkan secara luas.
Namun, pemerintah menegaskan bahwa pengecualian tetap diberikan pada sektor-sektor esensial untuk melindungi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Dengan masih bergulirnya diskusi ini, publik diharapkan terus memantau perkembangan kebijakan pajak, mengingat dampaknya yang signifikan pada perekonomian sehari-hari.
Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, juga diharapkan memberikan kejelasan terkait barang dan jasa yang akan terdampak maupun yang dikecualikan dari kenaikan PPN.
Kesimpulan: Apa yang Dapat Diharapkan?
Kenaikan PPN menjadi 12% tampaknya tidak akan diterapkan secara menyeluruh. Pemerintah berupaya memastikan barang-barang kebutuhan dasar dan layanan penting tetap bebas dari pajak ini.
Namun, detail lebih lanjut dan pengesahan kebijakan ini masih dinantikan, termasuk kejelasan apakah barang-barang mewah akan menjadi fokus utama kenaikan PPN.
Dengan demikian, masyarakat perlu tetap waspada dan kritis terhadap perkembangan aturan ini, yang akan mulai berlaku dalam waktu kurang dari satu tahun.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.