Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus mendorong edukasi kesehatan reproduksi di kalangan remaja dan anak muda sebagai upaya mencapai target Three Zero HIV/AIDS pada 2030.
Target ini mencakup menghilangkan infeksi baru, menghapus diskriminasi, dan menurunkan angka kematian akibat AIDS, serta mencegah penularan HIV dan sifilis dari ibu ke anak.
Meningkatnya Prevalensi HIV di Kalangan Anak Muda
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Ina Agustina Isturini, menyebutkan bahwa prevalensi HIV di kalangan remaja dan dewasa muda (usia 15-24 tahun) meningkat pada tahun 2023 dibandingkan 2019.
Kenaikan ini terlihat lebih tinggi di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, terutama pada kelompok lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL).
“Data Sistem Informasi HIV-AIDS dan IMS (SIHA) hingga September 2024 menunjukkan bahwa 71 persen Orang dengan HIV (ODHIV) mengetahui status mereka. Namun, baru 64 persen ODHIV menjalani terapi antiretroviral (ARV), dan hanya 48 persen yang dites viral load-nya menunjukkan virusnya tersupresi,” ungkap Ina dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (tanggal berita).
Untuk mencapai target 2030, Kemenkes menargetkan 95 persen ODHIV terdiagnosis, 95 persen menjalani terapi ARV seumur hidup, dan 95 persen menunjukkan supresi virus sebagai bukti keberhasilan pengobatan.
Edukasi Kesehatan Reproduksi Jadi Kunci
Ina menekankan pentingnya edukasi kesehatan reproduksi untuk mencegah dan menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di kalangan remaja.
Selain itu, ia menyerukan kolaborasi lintas sektor dalam menciptakan kesadaran dan langkah konkret untuk menghadapi tantangan ini.
Tren Perilaku dan Pengetahuan Publik
Aang Sutrisna, HIV Senior Advisor dari Monitoring dan Evaluation USAID Bantu II, menyoroti tren dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
Menurutnya, meski data SDKI 2024 masih dalam pengumpulan, tren yang ada tidak jauh berbeda dari versi 2017.
Dalam SDKI 2017, pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS meningkat dibandingkan tahun 2007, terutama pada kelompok usia 20-24 tahun dan perempuan.
Namun, tingkat pengetahuan di kalangan usia 15-24 tahun masih jauh dari target. Proyeksi SDKI 2024 menunjukkan bahwa kesadaran publik tentang dua faktor risiko utama—hubungan seksual berisiko dan penggunaan narkoba jarum suntik—masih rendah.
Aang juga menyoroti bahwa dengan populasi usia 15-24 tahun yang diperkirakan mencapai 40 juta pada 2024, meski hanya 5 persen dari mereka yang pernah melakukan hubungan seksual, jumlah ini tetap signifikan.
Ia mencatat bahwa perilaku berisiko meskipun persentasenya kecil, tetap menjadi perhatian serius mengingat jumlah populasi yang besar.
Tantangan dan Harapan
Meski prevalensi penggunaan narkoba jarum suntik di kalangan pria usia 15-24 tahun relatif kecil (0,1-0,3 persen pada 2007-2017), angka ini tetap berarti dalam konteks populasi besar.
Hal ini menjadi perhatian bagi upaya pencegahan yang harus semakin diperkuat.
Edukasi kesehatan reproduksi, kesadaran risiko, serta akses ke layanan kesehatan yang memadai menjadi langkah penting untuk melindungi generasi muda dari ancaman HIV/AIDS.
Kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan organisasi internasional diharapkan dapat mempercepat pencapaian target Three Zero demi masa depan yang lebih sehat.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.