Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan bahwa internet dan media sosial merupakan saluran terbesar kedua dalam penyebaran ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada aksi terorisme di Indonesia.
Saluran ini berada tepat di bawah peran komunitas sebagai media utama penyebaran ideologi radikal.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BNPT, Komjen Pol. Eddy Hartono, dalam acara peluncuran dokumen I-KHub BNPT Counter Terrorism (CT) and Violent Extremism (VE) Outlook 2024 di Jakarta, Selasa (tanggal spesifik).
Eddy memaparkan bahwa dokumen tersebut mengupas penyalahgunaan ruang digital untuk aktivitas radikalisasi berbasis kekerasan.
Temuan Penting dari Riset BNPT
Menurut riset BNPT, dari 721 berkas putusan hukum terkait tindak pidana terorisme yang dianalisis selama periode 2013 hingga 2022, sebanyak 360 kasus menunjukkan keterpaparan pelaku terhadap ideologi radikal melalui platform digital.
Eddy menyoroti bahwa peningkatan propaganda kelompok teroris di ruang siber terlihat semakin signifikan setiap tahun.
“Terorisme saat ini bukan hanya bergerak di dunia nyata, tetapi juga aktif memanfaatkan dunia maya. Dua serangan teroris di Indonesia, yakni di Banyumas (2017) dan Jakarta (2022), sepenuhnya dipengaruhi oleh radikalisasi berbasis internet,” ujarnya.
Kedua insiden itu diketahui melibatkan pelaku yang mengadopsi ideologi ISIS, yang disebarkan melalui platform digital.
Upaya Pencegahan dan Tantangan Digital
Dalam upaya menangani tantangan ini, BNPT menekankan pentingnya langkah-langkah terpadu, seperti:
- Pengendalian konten ekstremis,
- Patroli siber dan pemblokiran konten,
- Kontra-propaganda melalui narasi alternatif,
- Pemberdayaan masyarakat untuk melawan ideologi radikal,
- Peningkatan literasi digital masyarakat.
Koordinasi antarlembaga pemerintah dan kementerian terkait juga dinilai krusial untuk menyamakan paradigma dalam menghadapi ancaman terorisme siber.
Eddy menambahkan bahwa minimnya literasi digital, keterasingan sosial, serta konflik di komunitas menjadi faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap radikalisasi di dunia maya.
Evolusi Pendanaan dan Teknologi Teroris
Selain propaganda, BNPT mencatat adanya pola baru dalam pendanaan terorisme di Indonesia yang memanfaatkan teknologi keuangan dan metode digital, termasuk penggunaan crowdfunding.
Lebih jauh, kelompok teroris juga mulai mengadopsi teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI) untuk menciptakan konten propaganda dan mempelajari teknik peretasan.
“Penyalahgunaan teknologi terus berkembang. Beberapa kelompok teroris bahkan menggunakan game online untuk membangun identitas, jaringan, dan mengorganisir aksi mereka,” jelas Eddy.
Dengan tantangan yang semakin kompleks di era digital, Eddy mengajak semua pihak untuk bersatu dan meningkatkan sinergi dalam mengatasi penyebaran ekstremisme kekerasan di ruang maya.
Sinergi ini diharapkan mampu memaksimalkan sumber daya dan efektivitas program pencegahan, guna menciptakan keamanan dan stabilitas nasional.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.