Reportasee.com – Jenuh dengan segala aktivitas padat yang menuntut bergerak lebih cepat, padahal kapasitas setiap orang berbeda, maka saatnya melakukan Slow Living.
Slow Living bukan seperti bayangan hidup dengan tanpilan-tampilan estetis di instagram, ataupun hidup secara bermalas-malasan.
Seperti gambaran, hidup secara Slow Living yaitu bagaimana ketika Anda bekerja lalu merasakan konsentrasi, hingga merasakan work life balance.
Ibarat Anda mengerjakan sesuatu tanpa terburu-buru, teliti, dan tidak merasa kurang terhadap pencapaian orang lain.
Memang istilah Slow Living masih cukup asing di telingan Anda, ini sebuah hal yang wajar.
Slow Living sebenarnya pertentangan masyarakat yang menuntut kebiasaan maupun gaya hidup yang cenderung cepat, instan dan terburu-buru.
Upaya ini bertujuan agar menjaga pikiran tetap sehat, tidak terbebani atas suatu hal (stress)
Memahami Makna Slow Living
Ketika Anda merasa harus berada pada hidup yang serba cepat, pasti Anda akan merasa lelah, kurang puas terhadap apa yang Anda kerjakan.
Bahkan jika tidak berhati-hati bisa berujung tak terorganisir alias berantakan.
Lain halnya ketika Anda mencoba menerapkan Slow Living, pasti Anda akan menemukan ketenangan dan lebih bisa menikmati hidup.
Pepatah mengatakan hidup berarti hanya sekali, jika Anda tak bisa menikmati hidup saat ini bagaimana jika Anda menua nanti.
Kebanyakan dari masyarakat mulai menerapkan Slow Living karena ingin menikmati hidup tidak merasa menjadi sosok hustle dalam waktu keseharian.
Alasan lain mengapa Anda harus menerapkan Slow Living, karena kecepatan dan kecanggihan teknologi dapat beresiko menurunkan interaksi sosial.
Seperti saat di restaurant, lalu Anda melihat dua orang duduk berdekatan tetapi mereka tak saling mengobrol justru asik memainkan handphone masing-masing.
Bagi Anda yang berniat untuk menjalani Slow Living, maka Anda bisa menjajal gaya hidup Homesteading.
Merupakan gaya hidup ketika Anda bisa menghasilkan kebutuhan makan dan minum secara mandiri.
Anda akan menanam beberapa tanaman, sayuran, pohon dan memiliki peternakan pribadi.
Tujuan dari gaya hidup ini adalah supaya mendapatkan sumber nutrisi alami yang menyehatkan.
Latar Belakang Munculnya Slow Living
Slow Living muncul atas dasar rasa penolakan masyarakat terhadap segala aktivitas yang serba cepat, instan.
Bahkan hingga mempengaruhi hal-hal sederhana seperti makanan yang sengaja beralih ke fast food.
Rasa penolakan dan geram inipun ditujukan oleh para penggiat mindful eating di negara Italia.
Hingga akhirnya pada tahun 1986, muncul gerakan Slow Food Movement oleh Carlo Petrini, seorang Pria berkebangsaan Italia.
Slow Food sebagai upaya memprotes fast food, hal ini karena fast food merugikan petani maupun peternak lokal.
Selain itu fast food juga beresiko menimbulkan gangguan kesehatan seperti Kolestrol, Obesitas dan menurunkan jumlah nutrisi yang terkandung dalam makanan.
Gerakan Slow Food Movement pertama kali ditujukan kepada MC Donald, yang beroperasi di Roma, Italia.
Setelah munculnya gerakan Slow Food Movement, akhirnya menimbulkan perluasan kampanye pada berbagai bidang seperti Slow Work, Slow Cooking.
Lambat laun, gerakan ini mempengaruhi pola mikir masyarakat untuk memperlambat gaya hidup, atau yang lebih dikenal dengan istilah Slow Living.
Seorang Journalist, bernama Carl Honore menyebutkan Slow Living di dalam bukunya yang bertajuk In Phraise of Slowness: Challenging of The Cult Speed.
Dia mengungkapkan bahwa Slow Living sebagai suatu seni untuk menikmati kehidupan, agar seseorang dapat menggunakan waktunya dengan baik dan efektif.
Slow Living sebagai pedoman seseorang untuk menjalani hidup lebih tenang, penuh kesadaran, kehati-hatian dan lebih sederhana.
Tidak perlu upaya terburu-buru, menyikapi setiap hal dengan agresif, dan berlomba-lomba untuk mendapatkan sesuatu dengan penuh persaingan.
Carl Honore mengungkapkan bahwa ketika seseorang melakukan suatu hal dengan terburu-buru, maka dia merasa telah melewatkan moment berarti dari hal tersebut.
Seringkali seseorang lupa merasakan makna ketika mengerjakan hal yang begitu sulit, karena terfokus pada orientasi hasil.
Meskipun memiliki pemahaman gaya hidup yang melambat, bukan berarti seseorang yang menjalankan Slow Living merupakan orang yang malas, atau bermalas-malasan.
Melakukan Slow Living tetap produktif demi mengembangkan kreatifitas yang ada pada diri individu.
Manfaat Menjalankan Slow Living
Ternyata ada banyak manfaat yang akan Anda rasakan ketika menjalankan Slow Living.
Manfaat tersebut antara lain Anda akan merasakan lebih rileks, jauh dari stress dan beban pikiran.
Raga Anda juga akan terasa lebih sehat karena tidak begitu ngoyo mengerjakan berbagai aktivitas yang sekiranya membuat lelah.
Anda dapat berkerja secara prioritas.
Lebih merasa produktif dan hasil akan jauh lebih baik karena Anda akan fokus dalam bekerja, dan kreatifitas juga lebih meningkat.
Selain itu Anda juga dapat menikmati waktu luang untuk berinteraksi secara intens bersama keluarga, pasangan maupun kerabat.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah Anda akan memiliki peluang waktu metime yang jauh lebih besar.
Bagaimana Melakukan Slow Living
Hidup itu memang harus dinikmati, jangan sampai memforsir diri Anda hingga kehilangan rasa maupun moment dalam menjalankan kehidupan.
Bagi Anda yang ingin memulai Slow Living maka dapat mengawalinya dengan membuat skala prioritas.
Buatlah daftar kegiatan apa saja yang akan Anda kerjakan di hari ini.
Mulailah dari kegiatan yang paling penting, hingga kegiatan yang paling tidak penting.
Langkah lain adalah memilih setiap kegiatan, dan ajakan untuk mengerjakan sesuatu hal.
Anda tidak harus menjadi seseorang “Yes Man.”
Pilihlah sesuatu yang berarti untuk Anda kerjakan, dan katakan tidak untuk sesuatu yang kurang berarti.
Jika hal ini Anda lakukan maka Anda akan merasa lebih fokus saat mengerjakan sesuatu hal, dan mendapatkan impact yang maksimal atas yang dikerjakan.
Langkah lain yaitu memulai untuk tidak multitasking.
Terkadang beberapa orang melihat rekannya bisa melakukan banyak hal nampaknya mengagumkan, apakah ini juga berlaku untuk Anda?
Jika memang benar, ketahuilah bahwa multitasking bukan mutlak selalu keren untuk saat-saat ini.
Mungkin ada kalanya seseorang yang bisa multitasking akan dianggap cerdas.
Padahal justru multitasking bisa berdampak kinerja yang kurang optimal karena fokus cenderung terbelah.
Maka dari itu cobalah untuk mengerjakan sesuatu hal, satu-persatu terlebih dahulu.
Itulah tiga hal tentang Slow Living yang bisa Anda terapkan agar bisa menikmati hidup lebih santai di zaman yang serba cepat.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.