Artikel

Generasi Gen Z dan Milenial Dominasi Investor Pasar Modal

Reportasee.com – Generasi Gen Z saat ini merupakan salah satu investor yang mendominasi dalam pasar modal.

Adapun Gen Z sendiri merupakan generasi yang lahir pada rentang tahun 1997 silam sampai 2021 masehi.

Gen Z adalah generasi yang lahir setelah generasi Millenial dengan peralihan bersama semakin berkembangnya teknologi.

Ada beberapa penyebutan lain untuk Gen Z seperti iGeneration, generasi internet maupun generasi net.

Mereka mempunyai kesamaan dengan generasi millenial namun semuanya bisa mengaplikasikan seluruh kegiatan pada satu waktu saja.

Kini rupanya para generasi Gen Z dan millenial selain melek teknologi, mereka juga paham akan pentingnya investasi untuk masa depan.

Investor Pasar Modal dengan Dominasi Generasi Gen Z dan Milenial

Dominasi generasi Gen Z maupun millenial sebagai investor pasar modal mencapai 80 persen.

Memasuki umur 44 tahun pasar modal, PT KSEI menegaskan jika jumlah investor meningkat cukup signifikan.

Uriep Budhi selaku dirut PT KSEI mengatakan jumlah investor di pasar modal mencapai 5,89 juta sampai 6 Agustus 2021 lalu.

Jumlah ini tumbuh 4 kali lipat lebih dari investor yang ada pada tahun 2017 lalu.

Investor yang mendominasi jumlah ini adalah individu lokal sebesar 99 persen.

Tren serupa juga tampak pada angka investor yang bertransaksi saham dengan peningkatan hingga 200 ribu orang.

Para investor tersebut secara harian aktif melakukan investasi.

Meskipun masih dalam wabah pandemi, investor ritel domestic mendominasi transaksi harian yang berlangsung dalam bursa saham.

Hal tersebut terjadi karena adanya dukungan infrastruktur teknologi yang kian mengalami peningkatan.

Lebih dari 59 persen transaksi saham dominan dari bidang ritel dengan dukungan simplifikasi untuk pembukaan rekening.

Selain itu lebih dari 60 persen para investor mempunyai rekening pada agen penjual fintech.

Sebelumnya, laju HIS berhasil mengalami penguatan di sepanjang tahun berjalan 2021 ini.

PT Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KDEI mencatatkan kenaikan hingga 2,5 persen pada tahun 2021.

Dirut KSEI menurutkan salah satu faktor utama meningkatnya kinerja IHSG yaitu optimisme dari pasar guna menghadapi pandemi. 

Selain itu pandemi ini juga menyadarkan anak muda seperti generasi Gen Z maupun millenial untuk investasi sejak dini. 

Pemesan Saham Bukalapak 70% Adalah Gen Z dan Milenial 

Pihak Mandiri Sekuritas mencatatkan hampir sebesar 70 persen pemesan saham Bukalapak adalah generasi Gen Z juga nasabah millenial.

Kisaran tersebut mereka ketahui saat penawaran umum perdana saham atau IPO yakni initial public offering.

Sekitar 70 persen pemesan saham IPO Bukalapak adalah mereka dengan rentang usia mulai dari 20 sampai 39 tahun.

Saat akhir masa penawaran umum, ada sebanyak 97 ribu sebagai pemesan lebih.

Sementara terdapat oversubscribe atau kelebihan permintaan sebesar 8,7 kali .

Berdasarkan SE OJK No. 15/2021, maka mereka penyesuaian guna alokasi penjatahan terpusat dari kisaran 2,5 persen jadi sekitar 5 persen.

Salah satu perwakilan menyebut jika minat investor retail terhadap saham Bukalapak atau BUKA tergolong tinggi.

Alasannya adalah mengingat pertumbuhan investasi yang berasal dari penanaman saham tersebut.

IPO perusahaan rintisan dengan status unicorn ini BEI sebut sebagai IPO paling besar berdasarkan sejarah.

Di mana dana yang berhasil terhimpun sebesar Rp. 21,9 triliun dengan kapitalisasi pasar hingga Rp. 87,6 triliun.

Berdasarkan riset, Indonesia mempunyai jumlah perusahaan teknologi paling tinggi di kawasan ASEAN.

Serta merupakan rumah untuk banyak perusahaan yang bergerak di bidang teknologi swasta besar.

Sementara itu saham PT Bukalapak.com Tbk dengan kode BUKA naik hingga 210 poin atau sekitar 24,71 persen.

Kisaran ini terkena batas auto rejection menjadi Rp. 1.060 per saham saat pencatatan perdana saham dengan investor generasi Gen Z.

Generasi Sebagai Investor Saham Terbanyak Kala Pandemi

Pandemi Covid-19 tampaknya menyadarkan para generasi Gen Z maupun milenial untuk investasi sejak dini.

Investasi yang ada dalam pasar keuangan rupanya semakin mereka minati salah satunya adalah pasar saham.

Fenomena ini tercermin dari data BEI atau Bursa Efek Indonesia pada awal tahun 2021 ini.

Investor ritel maupun perorangan yang notabenenya berada di bawah umur 40 tahun mendominasi transaksi saham BEI.

Laksono W Widodo selaku direktur perdagangan dan pengaturan anggota bursa menjabarkan para investor tersebut.

Pada bulan Januari 2021 lalu, investor ritel yang ada di perdagangan saham BEI mendominasi sampai 69,5 persen.

Sementara itu bagi investor institusi domestic mencapai 13 persen serta institusi asing hingga 17,5 persen.

Sebanyak 54,9 persen para investor ritel berada dalam kisaran usia di bawah 40 tahun.

Sedangkan 22,5 persen rentang usia 31 sampai 40 tahun dan 11,88 persen antara 41 hingga 50 tahun.

Terakhir ada investor yang berada di atas usia 60 tahun dalam kisaran 4,17 persen.

Bahkan ia menjabarkan sekarang generasi muda sebagai investor di BEI dominan mereka yang masih maupun lulusan SMA sebesar 48,19 persen.

Kemudian D3 sebanyak 7,93 persen, sarjana strata I mengikuti sebesar 40,06 persen, juga strata II yaitu 3,92 persen.

Selain itu BEI juga mencatatkan sebanyak 36,3 persen dari investor ritel adalah pekerja dan 27,21 persennya merupakan pelajar.

Jumlah ini mengartikan bahwa walaupun keadaan masih pandemi, optimisme generasi Gen Z dan milenial terhadap pasar masih tinggi.

Jenis Investasi yang Gen Z Sukai

Rupanya generasi Gen Z termasuk mereka yang mendadak jadi investor pada sejumlah produk investasi.

Adapun bentuk investasi yang mereka lakukan berkaitan dengan pemakaian platform teknologi di antaranya koin digital atau cryptocurrency.

Bukan hanya itu mereka juga berinvestasi dalam blockchain seperti bitcoin, dogecoin, ethereum, maupun non fungible token.

Generasi ini juga berinvestasi dalam layanan digital dengan basis DeFi atau decentralized finance.

Sebagai informasi, NFT umumnya terbuat menggunakan jenis program serupa dengan cryptocurrency, tetapi persamaannya hanya itu.

Perbedaannya sendiri kalau uang fisik dan mata uang kripto adalah sepadan.

Artinya bisa mereka perdagangkan maupun tukar satu sama lain dengan jumlah nilai sama, sementara NFT nilainya berbeda.

NFT sendiri bisa mereka buat misalnya pada sebuah karya seni tradisional contohnya lukisan yang begitu  berharga karena jumlahnya satu.

Pasalnya file digital bisa seseorang duplikasi dengan sangat mudah.

Maka lewat NFT, karya seni bisa di tokenisasi guna membuat sertifikat kepemilikan digital.

Kepemilikan ini dapat mereka jual maupun beli di kemudian hari.

Sementara DeFI merupakan layanan keuangan terdesentralisasi dengan basis teknologi blockchain seperti bitcoin.

Biasanya pembuatan token DeFi berada dalam blockchain aset Ethereum.

Tetapi kini mulai bermunculan pula token DeFi dengan basis jaringan blockchain jenis Tron.

Hanya saja hal yang menarik adalah token DeFi menyediakan beberapa layanan.

Layanan tersebut antara lain lending atau pinjaman, yield farming yakni menabung kripto dan meminjamkannya kepada pengguna lain.

Ada pula layanan staking yaitu validasi terkait aktivitas penambangan kript.

Investor berupa generasi Gen Z inilah mereka nilai sebagai segmen yang begitu tertarik dengan jenis investasi kripto.


Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Back to top button