Di tengah dinginnya malam di kawasan Gunung Kinabalu, sosok Eyang Ngadimin membagikan cerita penuh makna kepada cucu-cucunya, Agus dan Probo.
Dalam suasana yang penuh khidmat, Eyang Ngadimin menjelaskan tentang pentingnya lokasi tersebut dalam sejarah Melayu dan Islam.
“Di tempat ini dahulu adalah lokasi penting sebelum wali-wali Allah disebarkan ke berbagai wilayah, termasuk ke negaramu, Indonesia,” jelas Eyang Ngadimin, memulai kisahnya.
Ia melanjutkan, tempat ini dahulu merupakan bagian dari Kesultanan Kelantan, sebuah kerajaan purba yang menyimpan jejak peradaban Melayu.
Eyang Ngadimin menyebut bahwa salah satu anggota keluarga kerajaan menikah dengan Putri Keluarga Diraja Kerajaan Cermin, mengukuhkan hubungan antara dua dinasti besar.
Kisah Syekh Ismail dan Dakwah di Nusantara
Sambil duduk tenang, Eyang Ngadimin mengisahkan Syekh Ismail, cucu dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, yang mendapat perintah langsung dari Rasulullah SAW untuk berdakwah di kepulauan Melayu.
“Syekh Ismail menyebarkan dakwah dari India, Samudra Pasai, hingga Kelantan. Bahkan, beberapa muridnya adalah tokoh besar di negaramu, seperti Sunan Bonang dan Sunan Giri,” papar Eyang.
Sebelum wafat, Syekh Ismail meninggalkan pusaka berharga bernama cincin Syam Asyam.
Pusaka tersebut, lanjutnya, menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Majapahit, dengan lambang matahari yang terinspirasi dari Syam.
Namun, tidak semua pihak menerima keberadaan pusaka itu dengan damai.
Eyang mengungkapkan bahwa ada iblis bernama Samir bin Abu Nuk yang mengincar pusaka tersebut.
“Samir bin Abu Nuk membuat cerita bohong bahwa Syekh Ismail mengadakan sayembara untuk mengalahkannya. Padahal, itu hanya akal-akalan iblis untuk menjajal kekuatannya sendiri,” ujar Eyang.
Amanat untuk Agus dan Probo
Eyang Ngadimin memberikan tugas penting kepada Agus dan Probo, dua cucu kepercayaannya, untuk melacak keberadaan pusaka Syam Asyam yang kini berada di tangan-tangan tertentu.
“Tugas kalian adalah mencari informasi dengan benar tentang pusaka ini. Namun ingat, kalian akan menghadapi banyak kerajaan gaib yang memegang cerita ini sebagai pedoman,” tegas Eyang.
Untuk membantu perjalanan mereka, Eyang menyerahkan cincin Gagak Wulung.
Pusaka ini memiliki keistimewaan meningkatkan jabatan bagi pejabat dan mengangkat derajat rakyat biasa.
Misteri di Puncak Kinabalu
Eyang Ngadimin juga menjelaskan asal-usul nama Gunung Kinabalu. Kata “Kina” berarti perempuan, sedangkan “Balu” berarti janda.
Nama ini diberikan karena dahulu ada seorang wanita yang menjadi janda setelah kehilangan suaminya di tempat ini.
Di puncak gunung, bersemayam naga legendaris bernama Naga Martala.
Hal ini menambah tantangan bagi Agus dan Probo dalam melaksanakan amanat spiritual yang diberikan oleh Eyang.
Sebagai penutup, Eyang Ngadimin berpesan agar kedua cucunya selalu menggunakan hati nurani dan kekuatan spiritual dalam menghadapi segala tantangan.
“Gunakan hati nuranimu, dan sampaikan pengetahuan kepada para raja gaib yang akan kalian temui. Ingat, amanat ini berat, tapi saya percaya kalian bisa melaksanakannya,” tutup Eyang Ngadimin sebelum berpamitan.
Dengan amanat dan pusaka di tangan, Agus dan Probo memulai perjalanan spiritual mereka, membawa harapan besar untuk menuntaskan tugas dari Eyang Ngadimin.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.