Kasus dugaan praktik kecantikan ilegal yang melibatkan tersangka berinisial RA terus bergulir.
Kuasa hukum RA, Raden Ariya, menduga kasus ini mencuat akibat persaingan bisnis di industri kecantikan, bukan murni laporan dari korban yang dirugikan.
“Kalau kita lihat, ada indikasi ini berkaitan dengan persaingan bisnis, mengingat laporan ini bersifat informasi masyarakat, bukan berdasarkan pengaduan langsung dari korban,” ujar Raden saat dikonfirmasi, Senin (9/12).
Dugaan Persaingan Bisnis dan Peran Buzzer
Raden menambahkan bahwa dugaan persaingan bisnis ini diperkuat oleh keberadaan sejumlah buzzer yang aktif mendorong penangkapan RA.
Menurutnya, metode perawatan yang digunakan RA, meski kontroversial, mungkin dianggap menurunkan daya saing kompetitor lain.
“Metode perawatan yang dia lakukan mungkin dianggap mengancam bisnis lain, apalagi dia mengklaim mampu melakukan perawatan yang tidak bisa dilakukan kompetitornya,” jelas Raden.
Namun, Raden membela kliennya dengan menegaskan bahwa RA telah mengikuti sejumlah pelatihan dan mengantongi 33 sertifikat terkait terapi kecantikan.
Ia juga menyebut banyak obat-obatan yang digunakan RA sudah terdaftar di BPOM.
Praktik dan Temuan Kepolisian
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya sebelumnya mengungkap praktik terapi kecantikan ilegal yang dilakukan RA dan DNJ di kawasan Jakarta Selatan.
Dalam praktiknya, mereka menawarkan metode untuk menghilangkan bopeng wajah menggunakan alat Derma Roller atau GTS Roller, yang ternyata tidak memiliki izin edar.
Menurut Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, baik RA maupun DNJ bukan tenaga medis atau dokter.
Selain itu, alat dan krim anestesi yang digunakan dalam prosedur perawatan juga tidak memenuhi standar izin edar.
“RA dan DNJ diduga melanggar hukum dengan memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar,” ungkap Kombes Wira dalam konferensi pers, Jumat (6/12).
Proses Hukum dan Pasal yang Dikenakan
RA dan DNJ dijerat pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yakni Pasal 435 Jo. Pasal 138 ayat (2) dan (3) serta Pasal 439 Jo. Pasal 441 ayat (2).
Kepolisian terus mendalami kasus ini untuk memastikan kebenaran dugaan pelanggaran hukum sekaligus memverifikasi klaim dari kuasa hukum RA mengenai sertifikat pelatihan dan penggunaan bahan yang terdaftar resmi.
Kasus ini menjadi sorotan, tidak hanya karena isu praktik ilegal, tetapi juga potensi persaingan bisnis yang memicu laporan ke pihak berwenang.
Polisi menegaskan akan menangani kasus ini secara transparan dan sesuai prosedur hukum.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.