Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa ChatGPT AI merupakan kecerdasan buatan chatbot yang terinspirasi dan mampu melakukan berbagai hal.
Teknologi tersebut pun mengklaim dapat melakukan percakapan, menulis dokumen bisnis, buku, sampai skrip film yang dibuat dengan buruk.
Bukan hanya itu, ChatGPT AI mengklaim mampu untuk melakukan pemrograman seperti developer.
Tetapi rupanya banyak pengguna yang mengaku kemampuannya untuk melakukan pemrograman terdapat beberapa signifikan.
Apalagi jika pengguna tersebut masih memakai ChatGPT versi gratis dari platform OpenAI.
Kegagalan ChatGPT AI dalam Melakukan Pemrograman Game
Seorang pengguna membagikan kisahnya melakukan percakapan terlama dengan ChatGPT AI .
Menurut pengguna tersebut, ini merupakan cerita pemrograman, kolaborasi, inspirasi, dan banyak frustasi.
Terinspirasi oleh kesuksesan pengguna lain untuk membuat game Sudoku Wordle dengan ChatGPT, ada user yang memutuskan untuk membangun game Tic Tac Go.
Ini merupakan versi yang disempurnakan dari seri game yang sederhana di dunia ini.
Dalam versinya, pengguna memperluas kisi dari yang awalnya 3×3 menjadi 12×12 dengan aturannya sederhana.
Pengguna itu pun memberikan perintah dan melakukan percakapan dengan ChatGPT yang cukup lengkap.
Awalnya, semua dimulai dengan cukup baik karena ChatGPT mengeluarkan 3 skrip yakni satu di HTML, ada juga di file CSS, dan terakhir di JavaScript.
Sayangnya dalam script JavaScript terpotong dan menjadi pola seperti dokumen yang tidak selesai.
Kemudian pengguna bertanya kepada ChatGPT mengapa sampai memotong kodenya.
ChatGPT pun meminta maaf dan mengirimkan sisanya.
Karena itulah, pengguna merasa bahwa ChatGPT mumpuni dalam pengkodean namun saat situasi seperti itu, sistem ini seperti seorang bawahan.
Sepanjang proses yang panjang ini, ChatGPT akan dengan begitu patuh untuk menjelaskan kodenya.
Di akhir bit terakhir dalam JavaScript, dia pun mengirimkan pesan bahwa kode tersebut menginisialisasi papan permainan.
Kesalahan ChatGPT yang Tidak Membuahkan Hasil
Pengguna itu pun mengambil setiap bit kode dan meletakkannya dalam file teks biasa yang terpisah.
Hal yang menarik yaitu seberapa keras ChatGPT bekerja untuk membantu mendebug kode, namun tak ada yang berhasil.
Apalagi ketika pengguna membuka file HTML di dalam Safari dan Chrome, ia mendapat banyak saran terkait memperbaiki masalah.
Masalah kemudian berlanjut dalam HTML yang hanya memunculkan nama game dan tombol Reset Game.
Sebab hal itu meluncurkan proses berulang yang panjang bagi pengguna selaku developer.
Pengguna itu mengaku bahwa ia melakukan upaya terbaik untuk menjelaskan apa yang inginkan dan ChatGPT pun melakukannya dengan sangat baik.
Namun seringkali ChatGPT kehilangan aspek besar dari permainan dan bertindak jika itu seolah-olah semuanya berada di dalam sana.
ChatGPT mulanya mengirimkan HTML tanpa kisi untuk permainan itu, namun saat diperhatikan tak ada kode HTML di antara tag div.
Kemudian ChatGPT memberitahu pengguna bahwa ia benar dan melakukan yang terbaik dalam mengisinya.
Sepanjang proses selama berjam-jam, ChatGPT tak pernah lupa mengingatkan bahwa mereka tengah mengerjakan game.
Namun ChatGPT seringkali kehilangan utasnya dengan bermacam cara lain.
Sampai sejauh ini, masalah terbesar pembuatan game dengan ChatGPT yaitu batasan jumlah karakter.
Saat pengguna mulai membingkai apa yang dibutuhkan, seperti kisi fungsional membuat jelas bahwa ChatGPT tak bisa memasukkan seluruh kode yang diinginkan.
Kode menjadi semakin kompleks dan ChatGPT pun terus memotong sisa kodenya.
Pengguna menginstruksikannya untuk memecah kode tersebut menjadi beberapa, misalnya enam bagian lalu mengirimkannya satu demi satu.
Pada mulanya, kode tersebut bekerja dengan cukup baik, tetapi menjadi jelas pula bahwa ChatGPT kehilangan beberapa panduannya.
Karena itulah, para pengguna merasa kecewa dengan kinerja ChatGPT AI yang gagal dalam memprogram game.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.