Reportasee.com – Apa itu ormas La Sape? Saat ini warganet ramai-ramai mempertanyakan hal tersebut setelah La Sape viral di sosial media beberapa waktu lalu.
Dari informasi yang beredar, La Sape adalah sebuah kelompok orang yang ada di Kongo dan merasa bangga dengan pakaiannya.
Sering kali La Sape dipanggil dengan Saperus yang berasal dari salah satu bahasa slang Perancis yaitu Se Saper.
Adapun Se Saper yang menjadi bahasa slang Perancis sendiri mengartikan berpakaian dengan gaya seperti kelas atas.
Le Sape sendiri merupakan akronim dari bahasa perancis yang artinya adalah masyarakat dengan pakaian elegan.
Meskipun menjadi viral, asal usul yang jelas tentang La Sape masih belum jelas.
Tetapi catatan dari Juette Lyons mengatakan sejarah La Sape bisa kita telusuri saat masa kolonialisme Perancis.
Prancis sudah memberi pengaruh terhadap cara berpakaian di orang Afrika dengan memberikan mereka pakaian bekas milik orang Eropa sebagai alat untuk tawar menawar.
Sesudah perang serta konflik terjadi di Kongo selama bertahun tahun lamanya, ormas La Sape kemudian muncul di Ibu kota Brazzaville tepatnya Republik Kongo.
Sama seperti halnya subkultur lain, La Sape juga mempunyai identitas tersendiri.
Seperti mengutip dari Theculturetrip, orang-orang dalam kelompok La Sape mengenakan jas yang terasa halus, dasi kupu-kupu yang berwarna warni serta syal.
Identitas tersebut sudah mereka turunkan dari setiap generasi La Sape.
Di La Sape sendiri tak hanya didominasi oleh kaum laki-laki, melainkan perempuan serta anak-anak pula.
Sesudah awal tahun 1990an silam, Sapeu Risma sudah menjadi identitas budaya di dalam Brazzaville.
Lagi Viral, Warganet Penasaran Dengan Apa Itu La Sape?
Hal yang menarik perhatian dari La Sape sendiri yaitu gaya hidup para kelompoknya terkesan mahal serta boros.
Namun mereka semua berasal dari kawasan miskin serta ekonomi yang sulit, akan tetapi gaya hidupnya ingin tampak kaya.
Mengutip data Bank Dunia dari NPR sebanyak 46,5 persen orang Kongo hidup di garis kemiskinan nasional.
Fakta tersebut seperti paradoks untuk orang-orang dalam ormas La Sape.
Setengah populasi masyarakat di Kongo terbilang rentan dengan kondisi kemiskinan.
Mengumpulkan uang guna membeli topi untuk para La Sape adalah sebuah hal yang penting daripada memiliki uang untuk makan sehari-hari.
Mungkin saja fenomena La Sape menjadi inspirasi untuk beberapa warga Kongo ketika mereka mengunjungi pasar, sebab mereka disambut seperti selebriti.
Kenyataan ini seperti paradoks dari data yang sudah ada sebelumnya.
Para kelompok La Sape begitu higienis serta rela membersihkan pakaian-pakaian mereka meskipun di tengah krisis air yang terjadi di Kongo.
Terbilang ada sebuah obsesi guna mempertahankan gaya yang elegan untuk para La Sape.
Dalam naskah yang ada di Business Daily Africa, menyebut tentang fenomena La Sape yang lebih mementingkan pakaian daripada untuk makan.
Fakta tersebut berbanding terbalik dengan para penganut Sapeurs yang lebih banyak pengangguran dan mencoba mencari nafkah di kawasan Eropa.
Oleh karena itulah banyak orang yang menyebutkan bahwa La Sape adalah sekumpulan orang bodoh.
Para Sapeur rata-rata berjalan di daerah kumuh Brazzaville memakai setelan jas berwarna warni, sepatu kulit, topi, payung dan kacamata hitam.
Masyarakat melihat mereka tampil seperti pria kelas atas Eropa yang memakai busana serta aksesoris mewah lainnya.
Setiap akhir pekan tiba, para ormas La Sape berkumpul di tepi jalan yang padat oleh pedagang kaki lima.
Sampai saat ini, La Sape masih mempunyai banyak penggemar serta anggota.
Meskipun untuk makan saja susah lantaran tidak punya uang mereka tetap mempertahankan gayanya.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.